80 1. PENDAHULUAN Pendidikan pemakai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pustakawan telah berkembang dan dikenal diberbagai perpustakaan. Pendidikan pemakai sebagai suatu gejala di perpustakaan mulai tumbuh dan berkembang sekitar tahun 1960an dan 1970an yang banyak dipengaruhi oleh perubahan sosial yang melingkupinya. Dan pada saat itulah pustakawan telah mengajar dan mempresentasikan lokakarya dan konferensi, menulis artikel-artikel majalah dan mengadakan survey serta memberikan pendidikan berkelanjutan dalam instruksi bibliografi. Kemajuan teknologi digital seperti komputer, telekomunikasi, internet dan world wide web sangat berpotensi untuk meningkatkan pelayanan perpustakaan perguruan tinggi terhadap pemakainya. Kecanggihan teknologi URGENSI PENDIDIKAN PEMAKAI (USER EDUCATION) BAGI PEMUSTAKA DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM: SEBUAH KONSEP PENERAPAN KAMPUS PERADABAN DI UIN ALAUDDIN MAKASSAR Hildawati Almah* Pengutipan: Hildawati, A. (2014). Urgensi pendidikan pemakai (user education) bagi pemustaka di perpustakaan perguruan tinggi agama Islam: sebuah konsep penerapan kampus peradaban di UIN Alauddin Makassar. Jurnal Ilmu Perpustakaan & Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, Vol. 2 No. 1, hlm. 80-89.  Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Email: hildaalmah@yahoo.com ABSTRAK User education activities are expected to be held in any type of library, especially at the college library (including UIN and IAIN). Due to the presence of user education teaching can improve the function of libraries and librarians in supporting programs of Tri Dharma University institution. On the other hand, the basic for the importance of library user education is also intended for library users and the entire academic community (especially new students) to prepare them to be able to explore their skill in the necessary resources and use them for education. The ability to search and to access to this information will be very useful for students to develop a career of life inside and outside the campus then. Library and their existences especially in higher education institutions to university of Islam is a civilization buffer, the library is a place of pluralities of complex thinking of the dialectical process of creative thinkers who read the reality of plural. To answer the challenges of the constantly changing life, the land will be fertile earth to foster plurality, if the library maintained its role in education is to educate the nation and as a pillar of civilization that honors independent thinking. KATA KUNCI: Pendidikan pemakai, Perpustakaan perguruan tinggi 81 informasi yang telah diterapkan pada beberapa perpustakaan perguruan tinggi telah terbukti mampu memberikan layanan yang lebih baik kepada pemakainya. Namun demikian beragam sumber informasi baik yang tercetak ataupun yang non cetak tersebut ternyata telah memunculkan beberapa keprihatinan lain bahwa pemakai perpustakaan di perguruan tinggi terjebak dengan banjirnya informasi yang mereka hadapi di era dimana pemakai dapat menggunakan ujung jarinya untuk mencari, mengklik, meng-copy paste informasi yang dibutuhkan, pemakai harus lebih jeli untuk mendapatkan informasi secara efesien dan efektif. Mereka juga harus mempunyai keterampilan yang tidak hanya terbatas pada keterampilan mendapatkan informasi yang dibutuhkan tetapi juga dapat mengevaluasi dan menganalisa informasi secara kritis. Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi yang bersangkutan mencapai tujuannya, yang dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat) (Sulistyo-Basuki, 1991). Untuk itu, tugas utama perpustakaan adalah menghimpun bahan pustaka baik yang berbentuk tercetak (printed materials) maupun dalam bentuk tidak tercetak (non-printed materials), mengolahnya, dan menyajikannya untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pemakainya melalui berbagai jenis jasa layanan yang disediakan oleh perpustakaan. Para pemustaka perpustakaan berhak mendapatkan pelayanan yang baik, cepat dan efesien serta berhak menggunakan seluruh fasilitas dan sumber informasi yang ada dalam mendapatkan dan menelusur informasi yang dibutuhkan untuk kepentingan studi, penelitian dan pengembangan wawasannya. Namun disisi lain disadari atau tidak bahwa para pemakai jasa perpustakaan tersebut, terutama mahasiswa baru tidak semuanya memahami bagaimana cara memanfaatkan informasi dan fasilitas perpustakaan secara benar dan cepat. Mereka tidak dapat memanfaatkan secara maksimal karena belum memahami teknik dan strategi bagaimana cara menggunakan perpustakaana secara efektif dan efesien. Maka dari itu, mereka perlu diberikan pendidikan pemakai perpustakaan (user education), yaitu pendidikan tentang teknik dan strategi dalam memanfaatkan perpustakaan dengan tepat guna. Pendiikan pemakai ini menurut Fjanllbrantand merupakan satu bagian dari interaksi antara pemakai dengan perpustakaan (Fjallbrantand, N. & Malley, I., 1984). Kegiatan pendidikan pemakai (user education) diharapkan dapat diselenggarakan di setiap jenis perpustakaan, terutama pada perpustakaan perguruan tinggi (termasuk UIN dan IAIN). Karena dengan adanya pendidikan pemakai dapat meningkatkan fungsi perpustakaan dan pustakawan dalam menunjang program Tri Dharma Perguruan Tinggi lembaga induknya. Dan disisi lain, dasar pemikiran pentingnya pendidikan pemakai perpustakaan ini juga ditujukan bagi pemakai perpustakaan (terutama mahasiswa baru) untuk menyiapkan mereka agar dapat dengan terampil menggali sumber informasi yang diperlukan dan memanfaatkannya untuk pendidikannya. Kemampuan menelusur informasi ini akan sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk bekal mengembangkan karirnya dalam kehidupan di dalam dan di luar kampus nantinya. 2. ANTARA PERPUSTAKAAN, LEMBAGA PENDIDIKAN, DAN INFORMASI / PENGETAHUAN Pemikiran yang ditangkan dalam proses transformasi pengetahuan dan konteks pendidikan dan pembelajaran, yang di dalamnya dijelaskan mengenai konsep pendidikan menurut pandangan Mortensen dan Schmuller, yang mendudukkan wilayah pembelajaran (instructional) sebagai bagian yang domiman, di samping bagaian lainnya seperti wilayah manajerial aatau kepemimpinan pendidikan, dan wilayah 82 bimbingan pemakai dan bantuan dalam pendidikan. Proses pendidikan seperti ini berlaku hampir proses pendidikan yang berlaku di lembaga-lembaga pendidikan formal seperti sekolah, perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan (Yusuf, P.M., 2012). Perpustakaan menurut fungsinya memposisikan diri sebagai tempat yang menyediakan berbagai informasi dari berbagai macam bidang subjek, baik yang berkaitan dengan sosial, politik, maupun ekonomi, agama, bahasa dan informasi lainnya. Di perguruan tinggi, perpustakaan sering diistilahkan sebagai “jantungnya perguruan tinggi”. Hal ini berarti perpustakaan memiliki peranan penting di dunia pendidikan. Jika jantungnya lemah, tubuh lainnya juga akan menjadi lemah. Ini berarti jika perpustakaan lemah, akan berpengaruh pula terhadap institusi tempat perpustakaan bernanung. Sebaliknya, jika jantungnya baik, akan membuat baik pula tubuhnya. Dengan demikian, jika perpustakaan baik, akan baik pula lembaga/institusinya, pemisalan lain, perpustakaan dan lembaga pendidikan sekarang ini seperti dua sisi mata uang. Keduanya akan menjadi bernilai jika keduanya ada, demikian pula dengan informasinya. Perpustakaan dengan informasi juga tidak boleh dipisahkan sebab kekuatan perpustakaan ada pada informasi yang disajikan. Hubungan kedua hal tersebut dapat dilihat pada bagan berikut: Diagram 1. Hubungan Perpustakaan, lembaga pendidikan dan informasi Dari bagan di samping dapat dilihat bahwa perpustakaan memiliki kaitan dengan lembaga pendidikan. Hubungan itu secara kasat mata dapat dilihat dari pendekatan kelembagaan. Sedangkan, baik perpustakaan dan lembaga pendidikan, keduanya memiliki tugas yang sama, yaitu menyebarkan informasi / pengetahuan. Perbedaannya, lembaga pendidikan memberikan informasi kepada para siswa atau mahasiswa melalui proses pembelajaran dengan informasi / pengetahuan yang mengacu kepada kurikulumnya, sedangkan perpustakaan menyebarkan informasi secara langsung kepada pemakai (user) atau pemustaka tanpa terkait langsung oleh kurikulum (Wiji, S. 2011). Namun demikian, perpustakaan yang bernanung di bawah institusi pendidikan bergerak maju mengikuti pola perkembangan kurikulum. Hal ini dapat dimaklumi karena perpustakaan di sini berperan sebagai pendukukng program lembaga induknya. Pergeseran paradigma lembaga pendidikan menandakan gerak dinamisnya pendidikan sekaligus sebagai jawaban dari konsekuensi logis sebagai upaya beradaptasi dengan tuntutan zaman yang juga selalu berkembang. Agar pendidikan dapat menjalankan fungsinya dengan baik, harus ada perubahan dan pembaruan paradigma. 3. PENGAJARAN DAN PENDIDIKAN PEMAKAI (USER EDUCATION) Ledakan pengetahuan telah menghasilkan banyak informasi. Pengawasan terhadap bibliografi, termasuk juga di perpustakaan menjadi masalah. Pendidikan pemakai merupakan suatu alternatif mengatasi kesulitan ini. Tetapi dalam prakteknya belum banyak dilaksanakan di berbagai perpustakaan. Manusia merupakan faktor penting dalam pelasanaan pengajaran pendidikan pemakai. Oleh karena itu pustakawan pengajar perlu mengetahui teknik-teknik pengajaran sehingga tidak Perpustakaan Informasi/ Pengetahuan Lembaga Pendidikan 83 terjadi kesenjangan antara pengajar dengan pemakai (user). Dalam hal ini pustakawan pengajar perlu mendapatkan materi kuliah tentang metode mengajar, berpartisipasi dalam berbagai pelatihan teknik mengajar, atau bias juga dengan mengadakan kunjungan terhadap pelaksanaan pengajaran di perpustakaan lain. Di samping itu jika di perpustakaan tersedia alat berupa video-tape dan lain-lain, dapat digunakan secara mandiri oleh pustakawan untuk menganalisa teknik pengajarannya. Caranya melibatkan pihak lain seperti dosen atau mahasiswa untuk menganalisanya, baik secara formal atau informal. Pengajaran sebagai bagian integral dari proses belajar mengajar, perlu disesuaikan dengan para peserta didik. Pengajaran tidak berlangsung dengan baik jika materi terlalu tinggi atau rendah, terlalu banyak atau terlalu sedikit. Bagi perpustakaan-perpustakaan yang mempunyai media audio-visual, dapat digunakan sebagai sarana untuk mengajarkan pendidikan pemakai terutama bagi pengajaran secara formal dalam suatu kelas. Di samping itu, media audio-visual tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana pelatihan bagi pustakawan dalam pengajaran pendidikan pemakai. Dalam hal ini dapat melibatkan sejumlah pustakawan untuk memberikan komentar terhadap apa yang dilakukannya melalui video-tape. Dari tayangan melalui video-tape ini dapat dilakukan analisa mulai dari keseluruhan sampai pada bagian-bagian yang merupakan ciri-ciri penampilannya. Di sini dapat terlihat bagaimana ketika pustakawan memberikan penjelasan, mendemonstrasikan, dan berbagai gerakan lainnya. Dengan begitu ia dapat melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan bagi pengajaran pendidikan pemakai (user education). Ketika sedang terjadi proses pendidikan dan/atau pembelajaran di dalam kelas tadi, semua orng belajar di dalamnya, melakukan proses komunikasi secara terprogram, terencana, dan terkendali, karena dipandu oleh seorang fasilitator yang disebut dosen atau guru, atau pimpinan diskusi kelompok terstruktur. Banyak sekali ide kreatif, inovatif, dan unik yang bermunculan ketika sedang terjadi diskusi dengan adanya pembelajaran pendidikan pemakai di dalam perpustakaan. Hampir semua orang tahu bahwa proses pendidikan dan pembelajaran terjadi di dalam kelas, baik pembelajaran yang sifatnya kelompok dan organisasi maupun pembelajaran secara personal, namun tidak banyak yang mengetahui seperti apa dan bagaimana proses pendidikan dan pembelajaran di dalam perpustakaan yang terprogram oleh sistem atau metode yang terdapat pada pendidikan pemakai (uder education). Pustakawan sudah sejak lama mempunyai perhatian terhadap isu perlunya mengajar keterampilan kepada pemakai untuk medapatkan informasi yang dibutuhkannya. Pengajaran perpustakaan sudah dimulai sejak tahun 1858, ketika Ralph waldo Emerson memberikan pengajaran mengenai penggunaan perpustakaan di Harvard College (Robert, A. F., & Blandy, G. S., 1989). Sejak itu istilah yang digunakan untuk pengajaran keterampilan ini pun beragam seperti pendidikan pemakai perpustakaan, keterampilan perpustakaan, pengajaran perpustakaan dan instruksi bibliografi. Istilah- istilah ini berkaitan dengan pengajaran perpustakaan tradisional. Pendekatan perpustakaan tradisonal didesain untuk mengajarkan mahasiswa mengenai pentingnya penggunaan perpustakaan secara efektif. Pendidikan pemakai perpustakaan yang diajarkan meliputi pengetahuan mengenai gedung, lokasi, fasilitas yang dimiliki perpustakaan serta pengetahuan bagaimana mengakses sumber-sumber yang terdapat di perpustakaan seperti pengajaran mengenai katalog perpustakaan yang merupakan wakil dokumen dari koleksi perpustakaan, indeks terbitan berkala yang merupakan panduan mencari koleksi berkala, dan koleksi referensi. pemustaka juga diajarkan mengenai tajuk subjek dan kata kunci, mengenai nomor panggil dokumen dan menemukan bukatau koleksi di perpustakaan, menuliskan sumber-sumber informasi yang 84 digunakan untuk tugas dan penelitian dengan benar dan membedakan antara literatur popular dan literatur ilmiah. Tujuan pengajaran keterampilan ini masih terbatas yaitu agar para pemustaka atau mahasiswa dapat menggunakan koleksi di perpustakaan untuk tugas-tugas akademik mereka. 4. SUMBER DAYA MANUSIA Pengajaran pendidikan pemakai di perpustakaan perguruan tinggi membutuhkan pustakawan yang mempunyai wawasan luas mengenai teknologi informasi terkini sehingga dapat mengajarkan kepada pemustakanya. Dengan hadirnya internet di jaman teknologi informasi dan komunikasi saat ini maka pustakawan harus memperluas wawasannya dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai web sites yang akademis dan juga mampu mengorganisasikan sumber-sumber di internet sehingga mahasiswa dan dosen dapat menemukan informasi yang berkualitas tinggi yang berkaitan dengan subjek yang mereka teliti. Selain itu pustakawan harus mempunyai keterampilan dalam mengajar dan berkolaborasi sengan fakultas untuk mengintegrasikan pengajaran ke dalam kurikulum pendidikan. Sayangnya jumlah pustakawan Indonesia yang memiliki keterampilan sebagai pakar informasi dan sebagai pendidik information literacy atau pengajaran pendidikan pemakai masih sangat terbatasi (Farida, I., 2006). Hal ini juga berkaitan dengan kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan pustakawan yang masih menekankan pada kurikulum perpustakaan tradisional dari pada kurikulum yang berorientasi pada teknologi informasi. Sumber daya manusia yang ada di perpustakaan yang dapat menjalankan tugas dalan pengajaran pendidikan pemakai, maka pustakawan tersebut telah memiliki beberapa kompetensi individu antara lain: a. Pustakawan yang sudah mampu untuk berfikir kritis dan bersikap etis dengan memberdayakan informasi yang telah dimiliki. b. Pustakawan sudah sadar akan kebutuhan informasi, kemudian juga sudah tahu bagaimana caranya mengakses sumber- sumber informasi tersebut. c. Pustakawan sudah bisa secara fasih mengetahui cara/metode yang efektif dan efisien untuk menelusur informasi serta dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat pemakainya. d. Pustakawan tersebut sudah memiliki kemampuan untuk mengenali kapan informasi itu diperlukan oleh masyarakat. e. Pustakawan telah mampu menemukan, menyeleksi dan menganalisia, mengevaluasi dan mengelola, serta memanfaatkan informasi yang diperoleh sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku. Misalnya: tidak melanggar kode etik, hak cipta, dan HAKI (hak kekayaan intelektual). f. Pustakawan berusaha mencapai keunggulan dalam profesinya dengan cara memelihara dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak memiliki hard skill saja tetapi juga piawai dalam aspek soft skill-nya. Maka dari itu pustakawan harusnya mau melengkapi dirinya dengan penguasaan soft skill. Arti penting penguasaan soft skill bagi pustakawan adalah untuk meningkatkan intuisi, kepekaan, dan kepekaan ketika bekerja. Maka pustakawan yang mempunyai soft skill akan selangkah lebih maju, dan harapan menjadi pustakawan profesional kian mendekati kenyataan (Fatmawati, E. 2010). Ada dua ukuran/acuan untuk mengetahui kualaitas seseorang pustakawan, yaitu penguasaan keterampilan “keras” (hard skill), dan “lunak” (soft skill). Adapun perbedaan 85 antara hard skill dan soft skill tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hard Skill  merupakan sesuatu yang dapat mencerminkan pengetahuan dan keterampilan fisik pustakawan serta dapat menghasilkan sesuatu  mempunyai sifat kelihatan/Nampak (visible) dan segera (immediate)  kompetensi hard skill ini dapat langsung dilihat dari daftar riwayat hidup, pengalaman kerja, daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3), prestasi kerja dan keterampilan yang dikuasai. Contoh Elemen hard skill: (a). penguasaan jaringan komputer (LAN/WAN) (b). Penguasaan sistem informasi perpustakaan, (c). Penguasaan perangkat lunak (software), dan (d). Penguasaan multimedia. 2. Soft Skill  Merupakan Pustakawan di luar kemampuan teknis dan akademis (hard skill), yang lebih mengutamakan keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal) dan mengelola dirinya sendiri (intrapersonal), agar bisa beradaptasi dan beromunukasi dengan baik pada lingkungan dimana pustakawan berada.  Bersifat tidak kelihatan/tidak Nampak (invisible) dan tidak segera.  Atribut soft skill mencakup nilai motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap pustakawan.  Soft skill menunjukkan adanya sintuisi dan kepekaan pustakawan. 5. SISTEM PENDIDIKAN DAN KEBIJAKAN NASIONAL MENGENAI PENGAJARAN PENDIDIKAN PEMAKAI (USER EDUCATION) Sistem pendidikan di Indonesia masih menggunakan pola yang berorientasi kepada guru atau dosen. Guru dan dosen adalah sumber informasi sementara peserta didik atau mahasiswa adalah penerima informasi yang pasif, mereka hanya menerima saja apa yang diberikan oleh gurunya. Meskipun kurikulum berbasis kompetensi telah diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Salah satu perangkat untuk menuju suksesnya kurikulum tersebut yaitu perpustakaan tidak menjadi agenda utama sehingga kurikulum yang ada hanya menjadi asesori belaka. Sementara dalam realitasnya pembelajaran secara pasif masih berlangsung dihampir sebagian besar institusi pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan tinggi (Marteso dan Lau, J., .2013). Hal ini tentunya sangat disayangkan bahwa pendidikan yang berorientasi kepada guru merupakan salah satu penghambat pengajaran pendidikan pemakai (user education) di negara berkembang. Metode pengajaran seperti ini membuat mahasiswa tidak tertantang untuk mendapatkan pengetahuan di luar kelas. Mahasiswa sangat bergantung pada ceramah dosen, catatan mata kuliah, buku teks dan menghafal pengetahuan tanpa memahaminya. Tanpa ke perpustakaan atau menggunakan sumber-sumber informasi di luar kelas yang terkait dengan mata kuliah tersebut, mahasiswa sudah dapat lulus dengan nilai yang bagus sepanjang mereka mempelajari apa yang diberikan di dalam kelas. Sistem pendidikan merupakan jumlah keseluruhan dari bagaian-bagiannya yang saling bekerjasama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan atas kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiataan dari semua komponen atau bagian-bagiannya adalah diarahkan untuk tercapainya tujuan tersebut. Pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur tujuan atau sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur atau jenjang, kurikulum dan fasilitas yang harus memadai. Kesemuanya itu merupakan sistem dari satu kesatuan yang harus saling mendukung sehingga tujuan dan arah pendidikan yang berkualitas dapat tercapai 86 Sejauh ini belum ada kebijakan nasional mengenai pengajaran pendidikan pemakai (user education) pada lembaga pendidikan dari mulai pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Perhatian kebijakan pemerintah masih berkisar pada banyaknya koleksi perpustakaan dan jumlah judul buku yang dimiliki oleh perpustakaan berbanding dengan jumlah siswa atau mahasiswanya. Penilaian akreditasi suatu institusi pendidikan dari sudut perpustakaan masih dilihat dari jumlah koleksi yang dimiliki oleh suatu perpustakaan. Pengajaran pendidikan pemakai (user education) belum menjadi fokus dalam penilaian akreditasi. Padahal makin banyak universitas yang mengklaim institusi pendidikan mereka sebagai ‘research university’. Bagaimana civitas akademikanya dapat melakukan riset dengan baik tanpa didukung fasilitas dan keterampilan menemukan informasi dengan baik sesuai dengan kebutuhan mereka. Pengajaran pendidikan pemakai pada jenjang perguruan tinggi di Indonesia sangat penting karena pendidikan dasar sampai menengah belum menekankan pentingnya proses belajar secara independen misalnya proses belajar yang mendidik siswa atau mahasiswa membuat karya tulis ilmiah atau tugas independen mengenai suatu topik dengan menggunakan sumber-sumber yang ada tanpa terjebak dengan plagiat atau sekedar copy paste. Kebanyakan pendidikan dasar dan menengah masih menggunakan pendekatan pendidikan yang berorientasi pada guru dan buku teks. Tetapi ketika memasuki perguruan tinggi mahasiswa diharapkan belajar lebih mandiri dan pada setiap mata kuliah mahasiswa biasanya diberikan tugas independen dimana mereka harus menulis makalah dengan topik-topik tertentu dengan menggunakan sumber-sumber yang ada di perpustakaan. 6. PERPUSTAKAAN SEBAGAI PILAR PENYANGGA PERADABAN Adalah sulit, atau bahkan mustahil, mencari ilmu tanpa membaca buku. Melalui buku, manusia memanifestasikan pendidikan sebagai warisan terbaiknya. Ketika pencarian makna dan pemikiran mereka dibahasakan dalam lembar-lembar tulisan, proses regenerasi pengetahuan menjadi rantai yang tidak terputus. Sejarah perjalanan proses pemaknaan manusia terhadap dunianya melalui kerangka ilmu pengetahuan terekam melalui gambar dan tulisan. Bahkan hingga saat ini, di era digital yang penuh dengan kemudahan teknologi, semua informasi yang direkam telah membantu umat manusia mengembangkan peradabannya. Informasi- informasi tersebut disimpan di tempat khusus yang disebut perpustakaan. Perpustakaan memiliki sejarah panjang dalam perkembangan ilmu pengetahuan manusia, dan hingga kini masih menjadi salah satu fasilitas terpenting dari setiap perguruan tinggi dunia. Universitas yang berbasis riset dan bertaraf internasional selalu menjadikan perpustakaannya sebagai sumber ilmu dan informasi. Karenanya di banyak universitas, upaya-upaya pencarian dana untuk melengkapi dan meningkatkan kualitas perpustakaan menjadi krusial. Hal ini dikarenakan fungsi universitas bukan semata menjadi menara gading intelektual, tetapi harus melahirkan penelitian-penelitian dimana ilmu pengetahuan dijadikan alat untuk menjawab berbagai permasalahan riil kehidupan manusia, terlebih lagi kepada sumber peradaban (Soedjatmoko, 1985). Peradaban dimulai dari membaca realitas- realitas yang kemudian dibukukan oleh penulis kreatif, pembacaan terhadap realitas akan kesadaran pemikirannya tentang perubahan suatu kehidupan yang selalu terjadi. Sesungguhnya hidup itu perubahan, tidak ada satu kehidupan pun yang tidak mengalami perubahan bahkan matipun sesungguhnya adalah estafet dari perubahan, 87 seperti terminal untuk melanjutkan kehidupannya yang lain. Perubahan itu menantang tenaga kreatifnya untuk bekerja membuat atau mencari alternatif dari perubahan menjadi sesuatu yang baru dan ketika kebaruan itu muncul dalam wujud kehidupan maka suatu bangunan peradaban telah dimulai. Peradaban adalah kecerdasan kreatif, hasil bacaan kritis terhadap realitas- realitas adalah perubahan dan peradaban pun mengalami perubahan, mengalami jatuh bangun. Puncak-puncak peradaban adalah puncak-puncak pemikiran kreatif, pemikiran yang bebas menjelajahi setiap ruang kehidupan dan membangun suatu wujud peradaban yang otentik untuk meneguhkan eksistensi manusia dalam mengukir sejarahnya (Musa, A., 2011). Kata “peradaban” sering disepadankan dengan “madaniyah” atau “hadharah” dalam bahasa Arab, serta “civilization”dalam bahasa Inggris. Maddaniyah mempunyai konotasi segi-segi pengembangan ilmu pengetahuan, materi, penemuan-penemuan dari kehidupan suatu bangsa. Dengan demikian maka peradaban Islam harus dimaknai sebagai hal yang diletakkan oleh Islam dalam hal aqidah akhlak, nilai-nilai tatanan kehidupan individu, masyarakat dan yang dihasilkan oleh lingkungan Islam baik dari segi sastra, seni, pandangan dan falsafah hidup dan apa apa yang dihasilkan oleh lingkungan tersebut berupa teori serta penemuan. Peradaban memiliki dua aspek. Aspek pertama adalah kemajuan material yang meliputi semua bidang kehidupan. Aspek kedua adalah kematangan dan kedalamam spiritual yang meliputi kemajuan karakter, akhlak, norma, tatanan dan pemikiran serta kreativitas (Azhar, A., 2009). Dari semua hal itu bisa didapatkan di perpustakaan melalui penerapan pendidikan pemakai (user education). Peradaban Islam adalah peradaban yang mengasumsikan adanya titik tolak penciptaannya oleh orang-orang yang mempunyai komitmen kepada nilai Islam yang berintikan taqwa kepada Allah dan usaha mrencapai ridhaNya. Tetapi peradaban itu sendiri juga mengasumsikan daya cipta, daya intelektual, serta kreatifitas manusia dan usahanya dalam rangka memakmurkan dan membangun kehidupan sejahtera di dunia dan dalam rangka mencari kebahagiaan sejati di akhirat kelak. Peradaban itu sendiri menunjukkan fungsi kekhalifaan umat manusia. Peradaban Islam sangat terkait dengan keberimanan dan kepercayaan yang memiliki dimensi-dimensi moral yang dapat membantu terwujudnya peradaban global yang imensif. Itulah yang dimaksud oleh John Gardner, seorang cendekiawan Amerika ketika ia mengatakan bahwa tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika ia tidak percaya kepada sesuatu, dan jika sesuatu yang dipercayainya tidak memiliki dimensi- dimensi moral guna menopang peradaban yang agung (“No nation can achieve greatness unless it believes in something, and unless that something has moral dimensions to sustain a great civilization”) (Azhar, A., 2009). Perpustakaan serta kebedaannya di lembaga perguruan tinggi terkhusus kepada perguruan tinggi agama Islam adalah sebagai penyangga peradaban, perpustakaan adalah gudangnya pluralitas-pluralitas pemikiran yang komlpleks yang dibukukan dari proses dialektika kreatif seorang pemikir yang membaca realitas plural. Untuk menjawab tantangan kehidupan yang terus menerus berubah, negeri ini akan menjadi bumi yang subur untuk menumbuhkan pluralitas, jika perpustakaan tetap terjaga peranannya dalam dunia pendidikan yang mencerdaskan bangsa dan sebagai pilar penyangga peradaban yang memuliakan pemikiran yang bebas (Musa, A., 2011). 7. URGENSI PENDIDIKAN PEMAKAI (USER EDUCATION) DAN KONSEP PERADABAN DI KAMPUS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN Dalam rangka menuju pusat peradaban Islam khususnya di kawasan Indonesia Timur, langkah pertama yang harus diambil adalah penciptaan atmosfir akademik yang sehat dan penekanan pada kualitas serta penjaminan mutu (quality assurance). Pelayanan yang 88 bermutu, materi yang bermutu, proses yang bermutu, produk luaran yang bermutu dan seterusnya. Mahasiswa diharapkan hidup dan belajar dalam lingkungan yang mendukung yang terefleksikan dalam gaya hidup mereka yang terbebas dari sekat-sekat pikiran non akademik. Oleh karena itu, keberadaan perpustakaan dengan medianya harus diupayakan menarik dan menyenangkan. Perpustakaan harus selalu diupayakan semakin meningkatkan kualitasnya dan kuantitas koleksinya. Muatan dan cakupan perpustakaan harus meliputi buku-buku dan jurnal diberbagai bidang subjek, seperti sains dan teknologi, ilmu sosial, dan humaniora, di samping pemenuhan koleksi bernuansa agama serta muatan nilai-nilai dan warisan kebudayaan dan peradaban, termasuk dokumen tentang sejarah masuknya Islam di kawasan Indonesia Timur, dan tentu saja semua dapat terwujud apabila semua komponen bersinergi dan saling melengkapi sehingga kampus peradaban di Universitas Islam Negeri Alauddin dapat terwujud. Peran UIN Alauddin sebagai lembaga pendidikan tinggi berfungsi sebagai media untuk menciptakan seluruh civitas akademikanya memperkuat identitas pribadi, meningkatkan kapasitas belajar dan membangun serta mengembangkan pengetahuan dan kompetensi mereka masing- masing sehingga tercipta masyarakat kampus yang berperadaban. Universita Islam Negeri (UIN) masa mendatang harus melengkapi dirinya dengan suatu “sistem Basis Data Pengetahuan” yang konsumtif, netral tanpa sekat aliran atau mazhab dan paradigma tertentu. Dengan basis data yang demikian, UIN diharapkan dapat berfungsi betul-betul sebagai pelayan yang menyediakan “whatever needed”. Pendekatan yang demikian akan memberi akses terhadap perkembangan peradaban dan paling tidak terhadap proses penciptaan ilmu pengetahuan dan milieu akademik yang lebih luas. Tentu saja, sistem yang dimaksud harus ditopang dengan modus, manajemen, dan sumber daya manusia yang semakin handal pada saat mana pemanfaatan teknologi komunikasi dan iformasi menjadi suatu keniscayaan. Perpustakaan menjadi server yang berfungsi sebagai simpul dari suatu jaringan pengetahuan maya (cyber knowledge network) dimana semua sumber informasi dan simpul-simpul penghasil pengetahuan dapat saling berhubungan (Musa, A., 2011). Keberadaan Perpustakaan adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam dunia pendidikan dan peradaban, sekaligus juga sebagai lembaga pendidikan terutama pendidikan informal. Melalui koleksi dari hasil karya para ilmuan, peneliti, pakar/ahli yang terdapat di dalam perpustakaan, seseorang dapat belajar atau menuntut ilmu secara mandiri. Dalam banyak hal kedudukan koleksi atau buku dan guru adalah sama, satu sama lain memiliki kelebihan dan kelemahan. Guru dan dosen memberikan ilmu pengetahuan secara langsung, sedangkan buku melalui perpustakaan adalah transfer pengetahuan secara tidak langsung. Melalui user education di perpustakaan pendidikan sepanjang hayat (life long education) difasilitasi dengan baik (Hermawan, R., dan Zulfikar, Z., 2006). 8. PENUTUP Urgensi pengajaran pendidikan pemakai (user education) di lembaga perguruan tinggi yang diprogramkan oleh perpustakaan sebagai unit penunjang perguruan tinggi yang menaunginya, maka hal ini sangat penting untuk menciptakan civitas akademikanya untuk menguasai cara mengakses, menggunakan, dan mengevaluasi informasi dan pengetahuan yang telah disiapkan. Dengan membeludaknya informasi yang ada di era teknologi ini sehingga dapat dibendung agar tidak terjebak oleh informasi yang bisa menyesatkan. Dengan adanya keterampilan yang dimiki oleh seseorang khususnya civitas akademika yang ada di perguruan tinggi 89 sebagai masyarakat ilmiah, sudah sepatutnya menjadi fasilitator dalam membangun peradaban, dengan demikian mahasiswa akan lebih siap untuk terus belajar dalam kehidupannya, karena mereka akan menjadi manusia yang cerdas bukan hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan spiritualnya. DAFAR PUSTAKA Arsyad, Azhar. Membangun Universitas menuju Peradaban Islam Modern. Makassar: Alauddin Press, 2009. Asy’ari, Musa. The Key Word: Perpustakaan di Mata masyarakat. Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2011. Farida, Ida. “Urgensi Pengajaran Information Literacy pada Tingkat Perguruan Tinggi”, Almaktabah; Jurnal Komunikasi dan Informasi Perpustakaan, Volume 8, nomor 2 Oktober 2006. Fatmawati, Endang. The Art of Library: Ikatan Esai Bergizi tentang Seni Mengelola Perpustakaan. Semarang: Universitas Diponegoro, 2010. Fjallbrantand, Nancy & Malley, Ian, User Education in Library (London : Clive Bingley Limited, 1984). Hermawan, Rachman & Zulfikar Zen, Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto, 2006. Marteso dan Lau, Jesus, “Information Competencies: Bridging the North South Knowledge Gap”, http://www.library.uiuc.edo/morten son/pdf/laulecture.pdf. diakses 10 oktober 2013 Robert, Anne F. & Blandy, G. Susan, Library Instruction for Librarians. Colorado: Libraries Unlimited, Inc. 1989. Soedjatmoko. Pikiran Tentang Beberapa Perguruan Tinggi: dalam Eetika Pembebasan: Pilihan Karangan Tentang Agama, Kebudayaan, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: LP3ES, 1985. Sulistyo-Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993 Wiji Suwarno, Ilmu perpustakaan & Kode Etik Pustakawan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 17. Yusuf, Pawit M. Perspektif Pengetahuan Informasi, Komunikasi, Pendidikan, dan Perpustakaan. Jakarta: Rajawali Press, 2012. Musa Asy’ari, The Key Word: Perpustakaan di Mata masyarakat. Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2011.